Membeli Kesunyian
24 Juni 2014
kehampaan tetap lah padang yang sekarang kita pijak
di sana dan di sini, kota yang memecah kaca-kaca
ada cahaya, yang kau lihat pada remang-remang kebisuan:
kapal tergenang di perairan, muara yang mempertemukan luka tak terperikan
kita pernah menjadi satu dalam blues yang dinyanyikan sekelompok muda mudi
di sebuah pesta, dengan suaramu yang sedang parau
membuat para tamu pulang karena bosan, seperti
kebosanan yang menggenang di keramaian pasar
jalan yang dilalui suara-suara botol plastik yang diterpa angin
kukira mirip dengan tuts yang kau bawakan malam itu
lalu kita porak poranda dalam lampu taman dan keluar dari kegaduhan
sehabis tegukan wiski terakhir, kau berceloteh tentang waktu yang terasa perih
maksudku oleh puntung rokok yang tak habis kau selesaikan
tetapi tetap saja, kesendirian adalah kau yang setiap
berdoa selalu menabur air mata dalam tangisan
seperti memadu perih dalam di antara sesak dan desak
dan kau tetaplah padang yang berhasil menjadikanku
sepiring nasi yang tak kunjung mengenyangkan
tak sampai membuatku bergeming untuk menyimpan luka
bahkan menggenggam kebahagiaan
maka ceritakanlah sebuah lullaby untukku
biar aku beli kesunyian darimu